THE OPTIC MODEL

The Optic Model adalah sebuah kerangka kerja yang dirancang untuk membimbing peneliti menghasilkan penelitian yang tidak hanya terstruktur tetapi juga memberikan dampak signifikan di ranah akademis dan praktis. Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Wawas Bangun dalam bukunya yang bertajuk "Menuju Jalan Terang Penelitian Revolusioner", menekankan pentingnya menciptakan penelitian yang mampu memberikan kontribusi bermakna melalui pendekatan yang sistematis dan inovatif. Di tengah persaingan dunia akademik dan meningkatnya kebutuhan solusi berbasis penelitian, banyak penelitian hanya berfokus pada perbaikan teknis yang terbatas, menghasilkan nilai tambah yang kecil tanpa benar-benar mengatasi permasalahan mendasar.

Melalui The Optic Model, penelitian diarahkan untuk menghasilkan kebaruan (novelty) sejati yang tidak hanya berfokus pada hal-hal baru secara teknis tetapi juga mampu mengisi kesenjangan ilmu pengetahuan dan menjawab masalah praktis dengan pendekatan yang lebih mendalam. Model ini mengintegrasikan kebaruan dalam setiap tahap proses penelitian, mulai dari tujuan hingga hasil akhir, untuk memastikan penelitian tidak hanya menjawab pertanyaan yang ada tetapi juga menciptakan pemahaman baru yang relevan dan berdampak luas.

Kesalahpahaman Umum tentang Novelty dalam Penelitian
Thomas Kuhn, dalam bukunya bertajuk The Structure of Scientific Revolutions (1970), menjelaskan perkembangan ilmu pengetahuan melalui dua fase utama, yaitu normal science dan revolutionary science. Fase normal science adalah periode ketika para ilmuwan bekerja dalam kerangka paradigma yang telah diterima secara luas oleh komunitas ilmiah. Penelitian dalam fase ini bersifat inkremental, berfokus pada penyempurnaan dan pengisian detail-detail dalam paradigma yang ada tanpa mempertanyakan/menentang asumsi/teori dasarnya. Kebaruan yang muncul pada fase ini, yang disebut incremental novelty, cenderung memperkuat atau memperluas teori yang ada, tetapi tidak membawa perubahan besar dalam cara pandang terhadap fenomena tertentu. Contohnya, pengujian ulang pengaruh suatu variabel untuk meningkatkan akurasi hasil sering kali hanya menghasilkan inovasi kecil yang tidak mengubah paradigma yang berlaku.

Sebaliknya, fase revolutionary science terjadi ketika paradigma yang ada tidak lagi mampu menjelaskan fenomena yang muncul. Dalam fase ini, anomali atau kontradiksi yang signifikan memaksa munculnya paradigma baru yang mendefinisikan ulang cara kita memahami suatu fenomena. Kebaruan yang muncul dalam fase ini dikenal sebagai revolutionary novelty, di mana penelitian tidak hanya memberikan solusi atas masalah yang ada, tetapi juga menciptakan kerangka baru yang mampu menggantikan paradigma lama. Contohnya adalah pergeseran dari teori Newtonian ke teori relativitas Einstein dalam ilmu fisika, atau peralihan dari teori bisnis tradisional, yang berfokus pada kepemilikan aset dan distribusi produk, ke teori ekonomi berbagi (sharing economy), yang mendasarkan model bisnisnya pada aksesibilitas aset melalui platform teknologi. Pergeseran paradigma ini mendobrak norma-norma yang ada dan memperkenalkan cara pandang baru terhadap nilai dan pengelolaan sumber daya.

Namun, dalam praktiknya, banyak peneliti sering kali terjebak dalam kesalahpahaman tentang apa yang sebenarnya dimaksud dengan kebaruan. Kesalahpahaman yang sering muncul adalah anggapan bahwa kebaruan yang besar (high novelty) dapat dicapai hanya dengan mengganti teori, objek, atau variabel penelitian. Pendekatan seperti ini sering kali menghasilkan penelitian yang dangkal, di mana perubahan yang dilakukan hanya bersifat inkremental dan tidak mampu menantang atau mengubah paradigma yang ada. Contoh lain dari kegagalan kebaruan adalah ketika peneliti menemukan adanya temuan inkonsistensi dalam pengaruh suatu variabel X terhadap Y.


Meskipun temuan ini memunculkan kesenjangan yang layak diteliti lebih lanjut, sering kali peneliti hanya berfokus pada pengujian ulang pengaruh tersebut tanpa menawarkan pendekatan atau solusi yang lebih mendalam. Akibatnya, penelitian ini tidak hanya gagal menjawab kesenjangan tersebut tetapi juga berisiko memperbesar lumbung kesenjangan dengan tidak memberikan perspektif baru untuk menjelaskan inkonsistensi tersebut. Kesenjangan ini akan menghasilkan kebaruan jika penelitian mengajukan variabel mediasi sebagai contoh untuk mengatasi inkonsistensi ini atau menemukan penjelasan yang masuk akal mengapa inkonsistensi tersebut terjadi (bukan hanya sekadar karena alasan perbedaan industri atau studi kasus saja).

Pendekatan seperti ini mencerminkan pandangan yang menyederhanakan kebaruan, menganggap bahwa perubahan teknis seperti modifikasi variabel, data, atau metode sudah cukup untuk menciptakan kontribusi signifikan. Padahal, kebaruan sejati membutuhkan lebih dari sekadar perubahan inkremental. Kebaruan sejati menuntut keberanian untuk menantang asumsi yang mapan, menciptakan wawasan baru, dan, dalam beberapa kasus, menawarkan paradigma baru yang mampu mendefinisikan ulang cara kita memahami fenomena tertentu. Seperti yang dijelaskan oleh Kuhn, penelitian dalam fase revolutionary science menciptakan kebaruan yang mendalam dengan mendobrak batasan kerangka lama, memberikan solusi yang tidak hanya menjawab pertanyaan yang ada tetapi juga membuka jalan bagi pemahaman baru yang lebih relevan.

Dalam konteks The Optic Model, kebaruan sejati—baik inkremental maupun revolusioner—harus diintegrasikan ke dalam setiap tahap proses penelitian. Tahap "Preliminary Insight" mendorong peneliti untuk mengidentifikasi anomali atau celah, sementara tahap "Killer Insight" mengarahkan mereka untuk menciptakan solusi transformatif yang tidak hanya menjawab pertanyaan yang ada tetapi juga membuka jalan untuk perubahan paradigma. Dengan cara ini, penelitian yang mengikuti The Optic Model tidak hanya menghasilkan kontribusi akademis yang relevan tetapi juga membawa dampak luas dan mendalam, baik dalam memperbaiki teori yang ada maupun menciptakan landasan baru untuk ilmu pengetahuan.

Tahapan The Optic Model
Tahapan dalam The Optic Model dirancang secara komprehensif untuk membawa penelitian menuju kebaruan sejati dan berdampak luas. Setiap tahap memiliki peran penting dalam memastikan penelitian tidak hanya terstruktur tetapi juga inovatif dan transformatif, dengan kemampuan menjawab tantangan praktis dan akademis secara menyeluruh.

Tahap pertama adalah Objective, yang berfokus pada penetapan tujuan penelitian. Tujuan harus spesifik, terukur, dan berorientasi pada penyelesaian masalah yang relevan. Sebagai contoh, dalam konteks pergeseran paradigma menuju sharing economy di Indonesia, tujuan penelitian adalah “Mengidentifikasi dan merumuskan sistem bisnis baru yang mampu mengatasi tantangan mobilitas masyarakat perkotaan dengan solusi yang praktis, inovatif, dan sesuai dengan kondisi lokal.” Pada tahap ini, peneliti belum mengetahui hasil dari tahapan selanjutnya, sehingga fokus tujuan hanya memberikan arah awal bagi proses penelitian berikutnya.

Tahap Problem mengeksplorasi dua aspek utama, yaitu practical issue dan academic issue. Sebagai contoh, pada sisi practical issue, permasalahan mobilitas masyarakat urban di Indonesia semakin kompleks dengan tingkat kemacetan yang tinggi dan keterbatasan angkutan umum yang memadai. Moda transportasi seperti ojek pangkalan memang tersedia, tetapi kendala utama terletak pada biaya yang tidak pasti dan pelayanan yang tidak terstandarisasi. Hal ini membuat konsumen enggan menggunakan layanan tersebut secara rutin. Di sisi lain, angkutan umum seperti bus dan kereta masih memiliki keterbatasan akses dan tidak fleksibel untuk menjangkau area-area tertentu. Pada sisi academic issue, terdapat kesenjangan dalam literatur yang belum menjelaskan bagaimana nilai sosial dan teknologi membentuk pola konsumsi berbasis akses di Indonesia. Sebagai contoh, sistem Uber di luar negeri berhasil menerapkan sharing economy berbasis mobil, tetapi solusi ini tidak efektif dalam konteks Indonesia karena tantangan infrastruktur dan kemacetan jalan. Oleh karena itu, pendekatan berbasis sepeda motor perlu dipertimbangkan sebagai solusi yang lebih relevan dengan kondisi lokal.

Tahap Turning Point menjadi titik awal untuk memunculkan kebaruan melalui dua langkah yaitu Preliminary Insight dan Killer Insight. Sebagai contoh, pada Preliminary Insight, dari temuan masalah praktis dan akademis, muncul wawasan awal bahwa diperlukan sistem bisnis baru yang lebih fleksibel dan efisien untuk mengatasi tantangan mobilitas masyarakat perkotaan. Wawasan ini menekankan pentingnya teknologi sebagai jembatan yang menciptakan transparansi biaya dan aksesibilitas layanan. Selanjutnya, pada Killer Insight, ide inovatif muncul: mendirikan layanan transportasi berbasis sepeda motor melalui platform teknologi yang menghubungkan pengemudi dan konsumen. Sebagai contoh, motor yang sebelumnya hanya berfungsi sebagai moda transportasi pribadi dapat diadaptasi ke dalam sistem berbagi (sharing economy), memberikan solusi transportasi yang lebih cepat, murah, dan efisien dibandingkan mobil. Killer Insight ini tidak hanya menjawab masalah praktis tetapi juga menciptakan paradigma baru dalam sistem transportasi urban di Indonesia.

Tahap Innovation berfokus pada eksplorasi peluang dan tantangan yang ada, serta bagaimana inovasi yang dihasilkan dapat memberikan kebaruan yang signifikan dalam konteks masalah yang diteliti. Di sini, peneliti tidak hanya mengidentifikasi manfaat dari solusi yang diusulkan tetapi juga menghadapi tantangan utama yang perlu diatasi untuk mewujudkan solusi tersebut dalam praktik. Pada tahap ini, analisis mendalam tentang Opportunity, Challenge, dan Novelty harus dilakukan untuk memastikan bahwa solusi yang diajukan dapat berfungsi dalam konteks yang lebih luas, baik secara praktis maupun teoritis.

Opportunity pada tahap ini mengeksplorasi manfaat praktis dan akademis yang dapat dihasilkan dari penelitian. Sebagai contoh, penelitian ini membuka peluang besar bagi perusahaan yang ingin mendirikan bisnis serupa di Indonesia. Dengan mengadopsi model sharing economy yang berbasis teknologi, perusahaan dapat memperkenalkan layanan transportasi yang lebih fleksibel, efisien, dan terjangkau, yang dapat diterima oleh masyarakat. Selain itu, penelitian ini memberikan kontribusi akademis yang penting dengan memperkaya literatur tentang bagaimana teknologi dan nilai sosial dapat membentuk pola konsumsi berbasis akses, yang semakin relevan di dunia yang serba digital ini.

Namun, tantangan atau Challenge utama yang dihadapi adalah kerangka hukum yang ada di Indonesia. Sebagai contoh, motor secara hukum dianggap ilegal jika digunakan sebagai angkutan umum karena alasan keselamatan. Hal ini menjadi kendala yang signifikan untuk mewujudkan layanan transportasi berbasis motor dalam skala besar. Namun, tantangan ini justru mendorong pemikiran kreatif, di mana solusi yang diusulkan adalah dengan mendirikan perusahaan sebagai penyedia aplikasi, bukan sebagai penyedia layanan transportasi itu sendiri. Dengan model ini, perusahaan tidak melanggar regulasi yang ada dan tetap dapat mengoperasikan platform yang menghubungkan pengemudi dan konsumen. Tantangan ini digunakan untuk mengidentifikasi hambatan yang dapat merangsang ide kreatif dalam menemukan solusi yang lebih cerdas dan adaptif terhadap situasi yang ada.

Setelah memahami tantangan yang ada, tahap Novelty menekankan kebaruan yang dapat ditawarkan oleh penelitian ini. Kebaruan yang dimaksud di sini tidak hanya terletak pada aspek teknis atau model bisnis itu sendiri, tetapi juga pada kemampuan untuk menggeser paradigma yang ada. Sebagai contoh, dalam hal teori bisnis, penelitian ini berhasil menggeser paradigma dari bisnis tradisional yang mengutamakan kepemilikan aset menuju sharing economy yang berbasis pada pemanfaatan aset yang ada secara bersama melalui platform digital. Perubahan ini mengguncang sistem bisnis yang sebelumnya berfokus pada kepemilikan dan mengubah cara pandang terhadap efisiensi serta penggunaan sumber daya.

Selain itu, kebaruan penelitian ini juga terletak pada bagaimana ia menggeser paradigma dalam kerangka hukum. Dengan mengusulkan model yang tidak melanggar regulasi yang ada, penelitian ini menawarkan solusi yang dapat berfungsi di bawah sistem hukum yang berlaku, sambil mendorong perdebatan tentang kemungkinan pembaruan regulasi yang mendukung pertumbuhan sharing economy di Indonesia. Inovasi ini tidak hanya menjawab masalah transportasi yang ada, tetapi juga membuka ruang untuk pembaruan dalam kebijakan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat urban yang semakin berkembang.

Dengan demikian, tahap Innovation dalam The Optic Model menunjukkan bagaimana solusi yang diusulkan mampu menghadapi tantangan, memanfaatkan peluang, dan menciptakan kebaruan yang dapat menggeser paradigma dalam teori bisnis serta sistem hukum yang ada. Penelitian ini memberikan wawasan baru yang tidak hanya relevan untuk praktik tetapi juga untuk perkembangan teori dan regulasi di masa depan.

Tahap Course of Action mengarahkan penelitian ke dalam langkah-langkah konkret yang memastikan solusi ini dapat diimplementasikan dengan efektif. Sebagai contoh, penelitian dimulai dengan perumusan konsep bisnis berbagi yang berfokus pada teknologi sebagai platform penghubung antara pengemudi ojek motor dan konsumen. Survei dilakukan untuk memahami preferensi konsumen terhadap layanan transportasi berbasis aplikasi, termasuk aspek biaya, kenyamanan, dan keamanan. Analisis mendalam terhadap regulasi dilakukan untuk mengidentifikasi celah hukum yang memungkinkan implementasi layanan ini secara legal.

Selanjutnya, aplikasi prototipe dirancang dengan fitur transparansi biaya, pemesanan yang mudah, dan sistem pembayaran yang terintegrasi. Prototipe ini diuji melalui pilot project di kota-kota besar seperti Jakarta untuk mengevaluasi efektivitas layanan dalam mengatasi permasalahan mobilitas. Evaluasi hasil uji coba dilakukan untuk menyempurnakan sistem aplikasi dan model bisnis, serta mengatasi tantangan teknis atau operasional yang ditemukan. Pada akhirnya, rekomendasi kebijakan disusun untuk mendorong pihak regulator mendukung pengembangan ekosistem sharing economy sebagai solusi mobilitas yang aman, efisien, dan berkelanjutan di Indonesia.

Dengan melalui setiap tahapan ini, The Optic Model memastikan penelitian tidak hanya sekadar menjawab permasalahan yang ada tetapi juga menghasilkan kebaruan sejati. Dalam konteks ini, kebaruan terletak pada pengajuan sistem bisnis berbasis teknologi aplikasi yang tidak melanggar regulasi transportasi, namun mampu memanfaatkan prinsip sharing economy sebagai solusi inovatif terhadap tantangan mobilitas urban di Indonesia. Penelitian ini berpotensi mengubah paradigma lama tentang transportasi umum dan membuka peluang baru bagi industri serta kebijakan publik dalam mengatasi permasalahan mobilitas secara lebih efisien dan berkelanjutan.

Mengapa Kebaruan Penting dalam Penelitian
Kebaruan merupakan elemen yang sangat penting dalam penelitian karena berperan sebagai penggerak utama transformasi dalam ilmu pengetahuan. Tanpa kebaruan, penelitian hanya akan berada dalam lingkaran perbaikan teknis atau modifikasi kecil yang bersifat inkremental. Meskipun kontribusi inkremental ini dapat memberikan nilai tambah, seperti penyempurnaan teori atau peningkatan efisiensi, namun kontribusinya sering kali terbatas dan tidak mengubah cara pandang mendasar terhadap suatu fenomena. Kebaruan sejati, baik dalam bentuk kebaruan inkremental maupun revolusioner, membuka peluang bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pemecahan masalah yang lebih efektif. The Optic Model hadir untuk merangsang munculnya kebaruan melalui pendekatan sistematis yang memastikan setiap tahap penelitian berpotensi melahirkan ide-ide kreatif yang inovatif.

Perbedaan antara kontribusi inkremental dan pergeseran paradigma terletak pada dampaknya terhadap ilmu pengetahuan dan praktik. Kontribusi inkremental berfokus pada pengembangan atau penyempurnaan teori, model, atau aplikasi yang sudah ada, tanpa mengubah fondasi dasar kerangka berpikir yang berlaku. Sebagai contoh, pengembangan fitur baru pada aplikasi transportasi dapat meningkatkan kenyamanan pengguna, tetapi tidak mengubah sistem yang mendasarinya. Sebaliknya, kebaruan revolusioner menciptakan perubahan mendalam dengan menggeser paradigma yang ada. Misalnya, pergeseran dari sistem bisnis tradisional, yang berfokus pada kepemilikan aset, menuju sistem bisnis sharing economy, yang menekankan pemanfaatan aset bersama melalui platform teknologi digital. Pergeseran ini mendobrak pemahaman lama tentang nilai kepemilikan dan memperkenalkan model bisnis baru yang lebih efisien, fleksibel, dan inklusif dalam mengelola sumber daya.

Implikasi dari penelitian yang menciptakan kebaruan sejati sangatlah luas, baik secara akademis maupun praktis. Secara akademis, kebaruan ini memperkaya literatur dengan memberikan wawasan baru yang mendorong perkembangan teori dan pendekatan yang lebih relevan. Secara praktis, kebaruan menghadirkan solusi yang lebih efektif, adaptif, dan inovatif untuk mengatasi masalah yang kompleks di masyarakat. Penelitian dengan kebaruan sejati tidak hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tetapi juga membuka jalan bagi perkembangan teknologi, kebijakan, dan model bisnis yang lebih berkelanjutan.

Pengaplikasian The Optic Model
Aplikasi The Optic Model dapat diimplementasikan secara efektif menggunakan Research Strategy Brief sebagai panduan strategis dalam merancang dan menjalankan penelitian. Wawas Bangun juga memperkenalkan Research Strategy Brief dalam bukunya yang bertajuk "Menuju Jalan Terang Penelitian Revolusioner" sebagai panduan komprehensif yang dirancang untuk memastikan penelitian berjalan secara sistematis dan terarah berdasarkan tahapan dalam The Optic Model. Baca lebih lanjut mengenai Research Strategy Brief disini.

Kesimpulan
Pentingnya The Optic Model terletak pada kemampuannya untuk memandu peneliti dalam menciptakan kebaruan—baik yang bersifat inkremental maupun revolusioner—melalui pendekatan yang sistematis dan terstruktur. Model ini memastikan bahwa ide kreatif dapat muncul di setiap tahapan penelitian, dengan potensi untuk melahirkan kontribusi yang signifikan dalam ranah teori maupun praktik. Kebaruan yang dihasilkan tidak hanya memperbaiki teori yang ada tetapi juga memiliki kemampuan untuk menggeser paradigma yang sudah mapan, membuka ruang pemahaman baru yang lebih luas dan relevan. Oleh karena itu, peneliti diimbau untuk melampaui pendekatan yang hanya bersifat inkremental dan berani menciptakan kebaruan yang mampu merevolusi pemahaman, menciptakan solusi inovatif, dan mendorong ilmu pengetahuan ke arah yang belum pernah dicapai sebelumnya.

LISENCE DEED - THE OPTIC MODEL
Licensed under The Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
Application Number EC002024253342
Registration Number 000825774


You are allowed to :

Use The Optic Model for personal, academic, or business purposes with proper credit to Wawas Bangun Tegar Sunaryo Putra.

Apply The Optic Model in research, analysis, and strategy development while providing credit to Wawas Bangun Tegar Sunaryo Putra.

Share — The Optic Model as part of presentations, reports, or learning materials by clearly attributing Wawas Bangun Tegar Sunaryo Putra.

Refer — to The Optic Model in publications or projects with proper acknowledgment of Wawas Bangun Tegar Sunaryo Putra.

You are not allowed to :

Redistribute replicate, or publish The Optic Model in any form without explicit written permission.

Modify — or create derivative works based on The Optic Model without prior approval.

Claim — ownership, authorship, or rebrand The Optic Model as your own work.

Use — The Optic Model for unauthorized commercial purposes or activities that violate the original intent of the tool.